Pengikut
Total Pembaca
Cari Blog Ini
Diberdayakan oleh Blogger.
About me
Melancong dari satu kota ke kota lain adalah kesukaanku. Melihat keindahan alam, mendaki gunung, main di pantai dan mengunjungi situs-situs budaya. Semua kisah perjalanan itu, kutulis dan kurangkai dalam blog pribadi.
Semoga isi dari blog ini menginspirasi dan memberikan informasi yang berguna.
Semoga isi dari blog ini menginspirasi dan memberikan informasi yang berguna.
Laman
About Me
Like us on Facebook
Archive for Februari 2017
Mengejar Bukit Langit
MENEMBUS MALAM, MENYUSURI JALAN MENURUN DAN MENANJAK, DITELAN KEGELAPAN. KAMI MENCARI JALAN MENUJU BUKIT LANGIT.
Liburan di Cilacap telah usai (BACA CERITANYA DI SINI), tapi masih ada satu destinasi lagi yang harus kami kunjungi sebelum kembali ke Jakarta. Sore itu, dari kediaman Om Ristanto kami diantar menuju pool bis Efisiensi. Jadwal keberangkatan bis dari Cilacap menuju Yogyakarta pukul 4 sore. Sebenarnya kami hanya sampai di kecamatan Karanganyar kabupaten Kebumen, tapi tarif bis yang harus kami bayar sama dengan kalau kami turun di Yogyakarta yaitu sebesar Rp. 90.000. Saat membeli tiket, kami bilang ke petugas tiket bahwa kami minta dirutunkan di alun-alun Karanganyar, tapi ternyata rute bisnya tidak lewat alun-alun, mereka bilang nanti akan diturunkan di perempatan lampu merah Karanganyar. Tak perlu mengaret lama, kurang lebih pukul 4 sore bis meninggalkan pool, meskipun penumpangnya tidak penuh.
Saya duduk disamping Nisa sedangkan Elvi duduk bersama Andis. Untuk mengisi waktu saya dan Nisa saling bercerita tentang banyak hal, sedangkan Elvi dan Andis asik mengisi teka-teki silang. Lumayan masing-masing penumpang diberi air mineral 600 ml, bis berAC ini terus melaju tapi mata saya terasa berat diserang kantuk. Baru saja memejamkan mata, Elvi sudah membangunkan saya "jangan tidur Mbak, sebentar lagi sampai". Ternyata bis baru saja melewati stasiun Gombong, beberapa kali ke Gombong naik kereta, Elvi masih hafal benar dengan stasiun Gombong. Kami terus memperhatikan jalan, saat melewati stasiun Kebumen saat itulah kami sadar kalau Karanganyar sudah terlewati. Andis beranjak maju ke arah supir dan kondektur, minta bis untuk berhenti. Ternyata mereka mengira kami turun di perempatan Kebumen, padahal dari awal kami sudah bilang turun di perempatan Karanganyar, bis menepi dan bergegas kami turun.
Lanscape Bukit Langit yang menawan |
Di pinggir jalan saya memperhatikan sekeliling, di manakah posisi kami sekarang ini. Adzan Maghrib terdengar berkumandang, diseberang jalan ada rumah makan Padang. Rupanya Elvi kebelet buang air kecil dan buru-buru menuju rumah makan Padang bersama Nisa. Mata saya tertuju pada dua laki-laki duduk di atas motor tak jauh dari kami berdiri, mereka menjadi sasaran kami tempat bertanya. Saya dan Andis menghampirinya, Andis bertanya jarak alun-alun Karanganyar dari sini dan apakah masih ada kendaraan umum menuju Bukit Langit yang terletak di Desa Giripurno tepatnya di Dukuh Kembangabang RT.01 RW.03 Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Suasana kini mulai gelap, rasanya sulit menemukan kendaraan umum menuju Bukit Langit saat malam hari. Tiba-tiba muncul ide di kepala saya kenapa kami tidak naik ojek saja, "Mas nya bisa ngojekin kita nggak? tapi kita butuh empat motor," seketika itu tawaran saya lontarkan. Gayungpun bersambut, mereka bersedia mambantu kami. Sebenarnya dari alun-alun Karanganyar ada kedaraan umum langsung ke Bukit Langit, itu jika kami sampai di alun-alun Karanganyar sebelum pukul 4 sore. Ditengah-tengah obrolan kami ada tukang ojek bapak tua menghampiri, sudah ada tiga motor pikir saya. Sayangnya mereka tidak tahu persis lokasi Bukit Langit, jadi mereka memanggil satu orang lagi teman mereka. Wow dari tampangnya sangar betul, ada tato di lengannya kepalanya pun plontos tak berambut.
Sudah lama berdiri saya baru tahu kalau kami berada di depan gudang semen, obrolan masih terus berlanjut seputar cara menuju Bukit Langit. Saya minta izin untuk numpang sholat Magrib, salah satu dari mereka mengantarkan saya ke ruang kantor mereka. Usai sholat saya menemukan Elvi, Andis dan Nisa berdiskusi soal tarif ojek yang harus kami bayar. Laki-laki berkepala plontos bilang Bukit Langit jaraknya 4 km dari sini, mereka mendatangkan satu orang lagi yang katanya tahu betul lokasi Bukit Langit. Diskusi panjang berakhir dengan kesepakatan ongkos ojek yang harus kami bayar Sebesar Rp. 70.000 perorang. Sebelum hari makin malam dan hujan turun, bergegas kami meninggalkan gudang semen. Elvi di depan bersama ojek yang tahu jalan, kemudian disusul ojek yang ditumpangi Andis, saya, Nisa dan satu motor mengiringi kami di belakang.
Dari jalan raya iringan motor mulai masuk ke pemukiman penduduk, ojek yang ditumpangi Elvi terlalu cepat melaju dan beberapa kali kami harus tertinggal jauh di belakang. Motor terus melaju ditelan kegelapan malam saat melewati jalan setapak di tengah sawah. Dan yang tak disangka kami harus melewati jalan menurun dan menanjak. Ojek yang saya tumpangi tampak cemas ketika melewati jalan menurun yang curam, beberapa kali terdengar kata "waduh...waduh!" Ia tampak kahwatir motor metik yang dikendarainya tak mampu berjalan mulus. Di tengah perjalanan kami harus membeli air mineral untuk persiapan kemping, syukurlah masih ada warung yang buka. Beberapa jalan yang kami lewati tampak licin, hal ini menyulitkan manakala jalanan menanjak. Ojek yang Elvi tumpangi sempat terpelesat dan jatuh, untunglah tidak sampai cidera.
Pukul 19.30 kami sampai di rumah ketua RT.01 Dukuh Kembangabang, ojek meninggalkan kami setelah menerima ongkos yang kami bayar. Kami disambut oleh Pak Sarno, untuk bisa kemping kami harus mengisi buku tamu dan membayar biaya kemping sebesar Rp. 5.000 per orang. Ternyata ini rumah paling akhir di Dukuh Kembangan, di depan adalah jalan menuju lokasi Bukit Langit. Setelah urusan administrasi kami lengkapi, Pak Sarno mengantar kami menuju lokasi kemping. Suasananya gelap gulita, kami harus menyalakan headlamp atau senter. Butuh waktu 30 menit untuk bisa sampai di lokasi kemping, dengan trek sedikit menanjak. Pak Sarno sempat kaget begitu tahu kami datang dari Jakarta, padahal objek wisata ini baru dibuka secara umum bulan Desember 2015 tepatnya dua bulan yang lalu. Media sosial lah yang membuatnya cepat dikenal dan yang mengantarkan kami sampai di sini. Ditengah obrolan Pak Sarno sempat bertanya di mana kami kenal dengan tukang ojek tadi, ternyata salah satu dari mereka dikenal sebagai preman.
Pak Sarno mengajak kami beristirahat di gubuk bambu, senternya Ia arahkan ke depan pada jalan setapak. Ia menunjukkan jalan ke puncak untuk menikmati sunrise esok hari, kami dilarang melewati jalan pintas yang mengharuskan menginjak rumput. Setelah cukup beristirahat, kami beranjak mengikuti Pak Sarno ke lokasi kemping. Daypack dan carrier mulai kami turunkan dari punggung, kami memeriksa sekeliling kami dengan senter. Karena lokasinya terlalu sempit jadi kami perlu hati-hati saat berbatasan langsung dengan jurang yang belum ada pagar pengamannya. Setelah menemukan tanah datar, kami mulai mendirikan tenda. Udara terasa panas tak ada semilir angin yang bertiup, tapi kabut perlahan-lahan mulai naik. Dua buah tenda sudah kami dirikan, Andis merebus air untuk membuat cokelat hangat. Sebelum tidur kami hanya menghabiskam malam dengan ngobrol di dalam tenda, ikan bakar dan udang yang kami bawa dari Cilacap akhirnya kami santap tanpa nasi. Tak terasa malam mulai larut jam menunjukkan pukul sebelas malam, dan rintik hujan mulai turun. Tak ada yang bisa kami lakukan selain tidur untuk memulihkan tenaga. Entah pukul berapa hujan mulai berhenti, saat tengah malam ada pengunjung lain yang datang untuk kemping.
Tak sia-sia perjuangan sampai ke Bukit Langir, kalau pemandangannya menyejukkan mata |
Kami tidak lupa bangun pagi untuk melihat sunrise Bukit Langit, setelah sholat Subuh saya bergegas keluar tenda. Kami berkenalan dengan tetangga tenda kami, mereka berempat datang dari Cirebon. Tak ingin membuang-buang waktu bergegaslah kami berjalan menuju puncak untuk menikmati sunrise. Hujan semalam ternyata menyisakan jalanan yang becek, kami harus hati-hati karena tanahnya licin. Kerlap-kerlip lampu dari rumah penduduk terlihat di lembah, udara segar khas pegunungan berhembus membalut tubuh kami. Untuk sampai di puncak, kami harus melewati jalan menanjak dengan bantuan tali tambang. Puncak memiliki area yang tidak terlalu luas, di sana ada bangku bambu untuk duduk menikmati sunrise. Sayang sekali cuaca mendung, sunrise yang kami tunggu tidak terlihat, hanya ada langit yang sedikit memerah.
Jalan menuju puncak Bukit Langit |
Puncak Bukit Langit, spot terbaik untuk menyaksikan Sunrise |
Kami duduk di bangku bambu menikmati panorama alam Bukit Langit yang menyejukkan mata. Dari kejauhan, tampak warna tenda kami yang mencolok di tengah-tengah rimbunan hijau. Bukit Langit merupakan objek wisata alam yang menyuguhkan lanscape dengan pemandangan barisan perbukitan, lembah dan tebing serta panorama langit yang indah. Jika Bandung punya objek wisata alam Tebing Keraton, maka Kebumen punya Bukit Langit. Kami harus bergantian dengan pengunjung lain di puncak ini.
Karena masih tergolong baru, maka fasilitas di sinipun masih minim. Tebingnya pun belum diberi pagar pengaman, hanya beberapa tempat yang dipagari bambu ditambah tulisan peringatan. Jam telah menunjukkan pukul 6 pagi. Suasana di sini semakin terang, pemandangan Bukit Langit jadi terlihat jelas. Kami belum berniat beranjak dari sini, masih duduk di pinggir tebing ditemani teh panas dan biskuit. Kumpulan awan putih semakin mempercantik lanscape Bukit Langit, dari kejauhan terlihat ada pelangi di langit yang mulai cerah. Sungguh, panca indera kami dimanjakan dengan panorama yang menakjubkan ini.
Tak pernah bosan memandang lembah |
Barisan perbukitan dan awan putih, benar-benar memanjakan mata |
Nisa nggak pernah bosan memandang ke depan |
Pengunjung mulai banyak berdatangan, rata-rata diantara mereka adalah muda-mudi. Sama hal nya dengan Tebing Keraton di Bandung, di sini pengunjung ramai datang saat pagi. Selain udaranya yang masih sejuk, belum terik terkena matahari , rata-rata juga ingin melihat sunrise. Setelah puas dengan Bukit Langit, kami kembali ke tenda. Sebelum pukul 8 kami harus membongkar tenda dan segera meninggalkan lokasi kemping, kami tidak ingin ketinggalan angkutan desa yang katanya hanya sampai pukul 9 pagi.
Masih sepi pengunjung, hanya ada tenda kami |
Bongkar-bongkar tenda, siap kembali ke Jakarta karena liburan telah berakhir |
Di rumah Pak RT kami melapor untuk pulang, syukurlah masih ada tumpangan mobil yang akan mengantarkan kami ke Karanganyar. Di angkutan umum kami harus berbaur dengan ibu-ibu yang akan ke pasar. Mobil mulai melaju melewati jalan berliku dan menurun, kami hanya dikenakan ongkos Rp. 7.000 per orang. Siang itu, 8 Februari 2016 kami mengakhiri liburan Imlek dan kembali ke Jakarta menggunakan bis.
Siap pulang dengan angkutan desa menuju Karanganyar |
Menuju Bukit Langit dari Karanganyar Kebumen
Rute termudah menuju Bukit Langit bisa dimulai dari alun-alun Karanganyar, ini Karanganyarnya Kebumen ya bukan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Jika kita tidak membawa kendaraan sendiri, dari alun-alun ada angkutan umum langsung ke Bukit Langit.
Untuk rute yang membawa kendaraan pribadi, dari alun-alun Karanganyar ke Timur sampai ketemu simpang lima desa Candi, kemudian ambil jalur tengah atau menuju Utara sampai ketemu tugu Canonade. Kemudian ke Utara sampai ketemu pertigaan dan belok kanan. Ikuti saja jalan sampai ketemu SD 3 Giripurno, kemudian menuju Timur sampai ketemu gardu dukuh Kembangabang.
Informasi tentang Bukit Langit bisa tanya ke Pak Udin Prayitno ketua RT.01 di 081383217036 atau Pak Sarno 085810444255.