Pengikut

Total Pembaca

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

About me

Melancong dari satu kota ke kota lain adalah kesukaanku. Melihat keindahan alam, mendaki gunung, main di pantai dan mengunjungi situs-situs budaya. Semua kisah perjalanan itu, kutulis dan kurangkai dalam blog pribadi.

Semoga isi dari blog ini menginspirasi dan memberikan informasi yang berguna.

Laman

Like us on Facebook

Archive for Desember 2014

Menyapa Pagi Dari Puncak Merbabu




Mobil carry yang membawa kami mulai berjalan menanjak kemudian mengikuti jalan aspal yang berliku-liku dan melewati jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil. Menoleh ke kanan di lembah terlihat terasering perkebunan warga memberikan suguhan pemandangan yang indah. Ada perasaan terharu yang saya rasakan, saat ini saya berada di kaki Gunung Merbabu menuju basecamp pendakian Gunung Merbabu jalur Selo tepatnya di dukuh Genting desa Tarubatang kecamatan Selo kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Sudah jauh meninggalkal Ibu Kota Jakarta.

Keinginan mendaki gunung awalnya saya sampaikan ke Dwi, teman yang beberapa kali telah menemani saya mendaki gunung. Gunung Merbabu memang tak sepopuler Gunung Semeru, Rinjani atau Kerinci. Gunung yang memiliki ketinggian 3142 mdpl (meter di atas permukaan laut) ini terletak di 3 kabupaten di Jawa Tengah yaitu Semarang, Boyolali dan Magelang. Gunung yang menjadi favorit para pendaki karena memiliki jalur pendakian yang beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Tapi bagi saya asalkan medannya tidak terlalu berat dan memiliki view yang indah akan saya coba mendakinya. Maklumlah saya bukanlah seorang pendaki, saya hanya seorang traveler yang menyukai keindahan alam. Ini kali pertama saya mendaki gunung dengan ketinggian di atas 3000 mdpl.



Basecamp pak Parman

Sekitar pukul 11.00 WIB kami tiba di basecamp Pak Parman, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam dari Yogyakarta.Menurunkan carrier dari mobil dan membawanya ke dalam basecamp. Di basecamp Selo ini saja sebenarnya kami sudah berada di ketinggian kurang lebih 1838 mdpl. Udara dingin mulai saya rasakan, saya senang berada di tempat sejuk seperti ini. Sesekali paru-paru saya harus di isi udara segar, jauh dari polusi perkotaan. Di basecamp terlihat kesibukan beberapa rombongan pendaki, sepertinya mereka akan mendaki siang ini. Saya akan mendaki bersama 11 orang teman diantaranya Dwi, Nurdiyanah, Bang Iwan, Bang Ase (Guide), Bang Dede (Guide), Arya, Mega, Dicky, Gita, Umam dan Zhiyau.

Persiapan

Tanpa membuang-buang waktu lagi kami langsung membongkar carrier, memisahkan barang-barang yang tidak perlu dibawa naik untuk kemudian dititipkan di basecamp. Mengumpulkan perlengkapan tim seperti tenda, trangia, kompor portable, gas, nesting, air, logistik dan lain-lain. Semua perlengkapan tim akan dibawa oleh porter, jadi kami hanya membawa perlengkapan pribadi, makanan ringan dan air. Di perjalanan dari Yogyakarta menuju Selo kami sempat mampir di minimarket untuk melengkapi logistik yang tidak kami bawa dari Jakarta. Kemudian mampir di pasar Talun Magelang untuk membeli sayur-sayuran.

Di tengah-tengah kesibukan kami untuk repacking, datanglah seorang bapak yang akan menjadi porter kami.

Barang-barang yang akan saya bawa dikumpulkan saja, panggil saya Pak Jupri,” bapak porter memperkenalkan diri kepada kami “jangan kahwatir dengan saya, saya bekerja profesional tidak seperti porter di gunung lain mungkin ada yang membuang barang-barang bawaannya di jalan,” tambah Pak Jupri meyakinkan kami.

Kemudian Bang Ase memberitahu Pak Jupri barang-barang mana saja yang akan dibawa, Bang Ase juga menawarkan kepada kami terutama peserta perempuan untuk menitipkan ke porter satu botol air mineral seberat 1,5 liter. Hore, saya senang sekali beban saya makin berkurang. Karena selama pendakian di jalur Selo tidak ada sumber air maka Bang Ase mewajibkan kami masing-masing peserta membawa minimal dua botol air mineral 1,5 liter sebagai bekal minum pribadi. Masih cukup waktu untuk kami mandi, makan dan sholat dzuhur sambil menunggu dua peserta lain teman Bang Ase yaitu Bambang dan Faqih yang masih dalam perjalanan dari Pekalongan.

Setelah semua sudah siap, perizinan pendakian sudah selesai diurus Bang Ase kemudian kami berbaris membentuk lingkaran. Bang Ase memimpin olah raga pemanasan, menggerakkan kaki dan tangan untuk menghindari keram otot kemudian berdoa sesuai agama masing-masing. Bang Ase menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan pendakian.

Oke, kita jalan santai aja Bang Dede jalan di depan dan gue jalan di belakang sebagai sweeper,” jelas Bang Ase “yang jalan di depan akan menunggu yang di belakangnya jika sudah bertemu bisa lanjut lagi, begitu seterusnya,” tambah Bang Ase.

Puncak adalah target kita sedangkan pulang sampai ke rumah dengan selamat adalah tujuan utama, inilah yang diserukan Bang Ase kepada kami. Waktu beranjak siang jam di tangan saya menujukkan pukul 01.00 WIB, berjalanlah kami menuju gerbang pendakian dengan total rombongan 14 orang.

Langkah menuju 3142 mdpl

Senyum merekah menghiasi wajah-wajah kami, penuh semangat kami melangkah meninggalkan basecamp. Di depan gerbang pendakian kami sempat berfoto, kemudian berjalan di jalan setapak jalur pendakian. Selain melalui jalur Selo, Gunung Merbabu dapat didaki melalui jalur Wekas, Cuntel atau Tekelan. Masing-masing jalur memiliki karakter yang berbeda, jalur Selo terkenal dengan jalur terpanjang dan landai tapi kendalanya tidak ada sumber air sepanjang Pendakian.

Foto by Umam
Meninggalkan gerbang pendakian jalan yang kami lewati masih landai, dihiasi hutan cemara. Semakin jauh jalur semakin sempit dan track mulai menanjak. Ya, namanya juga gunung semakin ke atas pasti semakin menanjak, di sebelah kanannya jurang dengan vegetasi tumbuhan hutan yang rimbun. Nafas saya mulai ngos-ngosan dalam hati bicara sendiri “makanya olah raga sebelum mendaki”. 


Sesekali kami harus istirahat sambil menunggu yang tertinggal di belakang. Belum lama melanjutkan perjalanan hujan mulai turun Bang Dede bilang kabut yang mulai turun. Saya menengadahkan kepala ke atas, pohon-pohon mulai basah dan debit air jatuh mulai deras. Ini bukan kabut tapi benar-benar hujan, Bang Dede menyuruh kami untuk memakai jas hujan atau raincoat. Perjalanan bisa kami lanjutkan kembali tapi tak berapa lama hujan mulai berhenti, panas juga rasanya berjalan sambil memakai raincoat yang akhirnya saya lepaskan.

Jika kita berjalan cepat, umumnya perjalanan dari basecamp ke Pos I Dok Malang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam. Tapi karena kami berjalan santai dan banyak istirahatnya maka dari basecamp ke Pos I Dok Malang kami tempuh dalam waktu 1,5 jam. Pukul 14.30 WIB kami sampai di Pos I Dok Malang, tanah datar cukup luas ini bisa untuk mendirikan sekitar tiga tenda. 
Pos I, Foto by Mega

Cukup lama kami istirahat di sini bahkan sempat foto-foto tapi Nurdiyanah dan Bang Iwan belum terlihat juga menyusul kami, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya lagi pula ada Bang Ase bersama mereka. 
Track masih terus menanjak kami terus berjalan mengikuti jalur yang ada sampai akhirnya kami memutuskan untuk istirahat lagi. Di depan ada batu pipih tergeletak di tanah, Dwi mendahului saya duduk di sana sebenarnya saya ingin menyusul Dwi tapi kedahuluan Zhiyau untuk duduk di sana. Jadilah mereka duduk berdampingan, pemandangan ini justru menimbulkan kelucuan apalagi Gita bilang kalau wajah mereka mirip. Mereka berdua senyum tersipu yang lain bersorak “ciee..cieee” dan sayapun tak mau ketinggalan, segera mengeluarkan kamera dan mengabadikannya. Seketika suasana tegang karena keletihan jadi cair, mendaki bersama orang-orang yang gokil seperti ini rasanya capekpun tidak terasa.

Saya tidak bisa memperkirakan seberapa jauh dan lama lagi perjalanan ini. Jika track sebelumnya lurus dan landai, maka track berikutnya adalah sedikit berliku-liku dan menanjak. Sampailah saya harus melewati jalan menanjak, berhenti sebentar sambil berfikir bagaimana cara melewatinya. Masalahnya bukan pada tanjakannya tapi tanah yang harus saya injak itu benar-benar licin setelah diguyur hujan dan dilewati pendaki-pendaki sebelumnya. Untunglah ada Dicky yang menawarkan bantuan dengan mendorong carrier saya, yeah saya berhasil melewatinya dan kini saya sudah berada di Pos Banyangan menuju Pos II.

Satu persatu dari kami sampai di Pos Bayangan ini, yang tidak ketinggalan foto-foto lagi di sini. Tidak perlu lama istirahat di Pos Bayangan ini karena kami harus melanjutkan perjalanan menuju Pos II. Suasana mulai gelap berkabut, beberapa kali kami harus berhenti untuk istirahat. Saat berhenti saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk meneguk air, rasa laparpun mulai saya rasakan. Sepertinya makan siang saya saat di basecamp sudah tak bersisa lagi di perut saya. Ada coklat yang bisa saya makan untuk mengganjal perut, dan menawarkannya kepada Gita dan Dicky yang berada tak jauh dari saya. Belum lama kami melanjutkan perjalanan hujan mulai turun lagi.

Menuju Pos Bayangan

Istirahat, foto by Gita

Ayo dipakai lagi jas hujannya,” seru Bang Dede kepada kami.

Semua terlihat mulai keletihan, kecuali Umam sering sekali dia berlari-lari mendahului saya. Bikin iri saja lihat Umam lincah seperti itu.

Umam, enak banget sih bisa lari-lari gitu,” protes saya begitu Umam mendahului saya.

Iya Mbak, kan saya sudah terbiasa lari,” jelas Umam kepada saya.

Iya deh yang terbiasa jogging batin saya. Di tangannya ada handphone sedang merekam video perjalanan kami. Akhirnya sampai juga kami di Pos II, di tanah lapang ini kami istirahat. Nurdiyanah meluruskan kakinya yang keram, sedangkan Bang Ase terus bercanda dan Gita lah yang menjadi sasaran keusilan Bang Ase. Setelah merasa cukup untuk beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos III karena hari mulai beranjak sore.


Kabut dan guyuran hujan


Narsis ahhh




Menuju Pos III

Sampai di Pos III di ketinggian lebih dari 2500 mdpl Gita sudah tak mampu menahan kantuknya, kemudian tidur di atas rumput kering beralaskan jas hujan. Pos III memiliki tanah lapang yang bisa untuk camping ground. Kami duduk memunggungi bukit, di sebelah selatan terlihat puncak Gunung Merapi diselimuti kabut. Mega, Arya dan Dicky terlihat asik berfoto dengan background Gunung Merapi. sedangkan saya menyantap biskuit untuk mengganjal rasa lapar. Ada yang menarik perhatian saya ketika pandangan saya mengarah ke arah selatan, di sana ada lahan sisa kebakaran. Saya tidak bisa memperkiran seberapa luas lahan yang terbakar itu karena terlihat jauh dari saya berdiri dan entah apa penyebabnya. Karena hari mulai gelap maka kami segera melanjutkan perjalanan.

Pos III, foto by Mega

Meninggalkan Pos III, tenaga saya benar-benar habis sedangkan track yang harus kami lewati semakin menanjak. Pelan saya berjalan kepayahan, mengeluhpun kepada siapa ini di gunung tidak boleh cengeng, tidak untuk menangis. Dua bulan yang lalu keputusan ini sudah saya ambil untuk mendaki Gunung Merbabu dan inilah konsekuensi yang harus saya jalani.


Sebelum hari benar-benar mulai gelap, Bang Dede menyuruh kami menyalakan senter atau headlamp. Meskipun pelan saya terus berjalan, Dwi, Gita, Bang Dede dan Faqih berjalan di depan saya. Punggung mereka sudah tidak terlihat lagi sedangkan di depan ada dua jalur. Saya berdiri diam membandingkan kedua jalur tersebut mana yang lebih mudah untuk dilewati, semuanya adalah tanjakan terjal. Saya berusaha teriak, bertanya kepada mereka berempat sebaiknya pilih jalur yang mana.

Ada dua jalur ini, lewat yang kanan atau yang kiriii?” teriak saya berharap yang di atas mendengarnya.

Pilih yang mana ini jalurnyaaa?” teriak umam yang ada di belakang saya berusaha membantu.

Sama aja, pilih yang lebih mudah,” jawab Bang Dede dari atas.

Entah kenapa akhirnya saya memilih jalur sebelah kiri, baru empat langkah saya tersadar kalau jalur yang saya pilih benar-benar terjal. Saya harus memanjat tanah, berusaha mencari cekungan untuk saya injak bahkan tidak ada tanaman atau akar pohon yang bisa saya raih untuk pegangan. Alhasil saya harus mencengkram tanah agar bisa memanjatnya. Langkah saya terhenti, tenaga saya benar-benar habis dan kaki kanan sudah tak mampu lagi saya angkat. Carrier yang saya bawa terasa memberatkan, kedua tangan berusaha kuat mencengkram tanah menahan bobot tubuh supaya tidak terjatuh. Dalam kondisi seperti ini rasanya ingin menangis, tapi masih ada yang bisa saya minta tolong.

Tolong akuuu,” teriak saya minta bantuan kepada siapapun.

Di belakang saya Umam meminta agar Zhiyau membantu saya. Kemudian Zhiyau berusaha menolong dengan cara mengangkat dan mendorong carrier saya. Tapi tetap saja saya tidak mampu memanjatnya, berharap ada yang membantu menarik tangan saya dari atas.


Kaki ku keraaam,” teriak saya spontan.

Sesungguhnya tidak benar-benar keram sih, tapi karena tenaga saya sudah habis akhirnya tidak sanggup lagi untuk melangkahkan kaki.
Bang Dede ada yang kakinya keram, tolongiiin,” Umam teriak pada Bang Dede.



Tak berapa lama Bang Dede datang membantu saya, alhamdulillah saya berhasil melewati ini. Di atas sudah ada Dwi dan Gita yang menunggu kemudian kami melanjutkan perjalanan. Di tengah kegelapan kami dikejutkan oleh suara Pak Jupri porter kami.

Kalian lama sekali sampainya,” kata Pak Jupri “sini tasnya saya bawa,” tambah Pak Jupri menawarkan bantuan.


Dengan senang hati saya dan Gita menyerahkan carrier ke Pak Jupri. Mungkin Pak Jupri sudah lama menunggu kedatangan kami, tenda-tenda sudah beliau dirikan di Pos IV (Savana I). Sebelum sampai di tempat camping kami duduk beristirahat di tanah datar yang cukup luas, satu persatu rombongan kami datang dan menyusul duduk di antara kami. 

Suasana sudah gelap karena jam sudah menunjukkan pukul 18.30 WIB. Dari kejauhan di depan kami pemandangan malam kota Magelang terlihat indah, samar-samar terlihat kerlap-kerlip lampu di antara rumah penduduk. Puas menikmati keindahan malam, berjalanlah kami menuju tenda.


Buru-buru saya masuk tenda setelah memastikan yang mana tenda untuk perempuan, saya dan Dwi harus terpisah kali ini tapi tenda kami berhadapan. Mega lah teman setenda saya malam ini, tenda kapasitas 4 orang ini hanya diisi kami berdua. Huaaa terbayang bagaimana dinginnya nanti dan saya ingin segera tidur, hanya tidurlah yang bisa mengembalikan stamina. Mega sudah meringkuk dalam sleeping bag sambil asik mendengarkan musik di handphone. Di luar sepertinya Bang Ase berdiskusi dengan peserta lain tentang rencana summit attack mau pukul tiga dini hari atau pagi pukul delapan dan kesimpulannya summit attack dimulai pukul delapan pagi. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi fisik rata-rata peserta yang mulai keletihan.

Berulang kali Arya memanggil nama Mega di depan tenda kami, sepertinya Arya ingin memastikan keadaan sahabatnya. Umam datang sambil bawa makan malam untuk kami dan meletakkannya di depan tenda.


Ayo makan, perintah komandan harus makan,” kata Umam.

Wah siapa yang masak batin saya, padahal saya sudah siap tidur. Ada nasi, sayur dan tempe goreng yang tak bisa saya sia-siakan karena perut memang harus diisi.


Menggapai Puncak

Pagi akhirnya datang, saya berdiri untuk menyambut pagi yang cerah. Senyum mulai menghiasi wajah saya ketika garis merah terlihat di permukaan langit. Sebentar lagi sunrise indah akan muncul dan menyinari permukaan Gunung Merbabu. Senyum ini untuk menyapa hari yang cerah dan menyambut hari baru, hari yang indah buat saya. Hari berganti berarti usia saya pun bertambah. Rasa syukur tak henti-hentinya saya ucapkan kepada Allah SWT, saya bisa berdiri di tempat yang indah ini. Harus menunggu beberapa menit lagi untuk saya bisa melihat sunrise terlihat indah. Saya sudah menyapa pagi ini dengan perasaan bahagia dan penuh rasa syukur.


Setelah menyantap sarapan pagi, sekitar pukul 07.00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Ada Pak Jupri yang akan menunggu barang-barang kami di tenda. Akhirnya saya bisa melihat bunga adelweis dan pohon cantigi lagi, dua tanaman yang hanya bisa saya temui di dataran tinggi. Untuk bisa sampai ke puncak kami harus melewati dua bukit teletubbies, dari Savana I menuju puncak umumnya dapat ditempuh dalam waktu 2 jam. 

Melewati Savana II pemandangannya benar-benar memanjakan panca indera, subhanallah ini indah sekali. Tak hanya bukit teletubbies tapi ada hamparan padang ilalang menghiasi bukit dan lembah. Dipercantik langit biru yang cerah lengkap sudah keindahannya. Mungkin inilah yang diceritakan oleh para pendaki, bonus pendakian melalui jalur Selo adalah bukit teletubbies dan padang savana yang indah.




Savana II, foto by Umam



Lembah yang indah



Padang Ilalang








Eksotis



Tracknya Amazing


Selangkah menuju Puncak Kentheng Songo

Nah klo mau turun asiknya sambil lari-lari atau prosotan

Meninggalkan Savana II tracknya seperti ini



Langkah yang pasti menuju puncak



Kemiringannya lumayan menguras tenaga

Kami menjejakkan kaki di puncang Kentheng Songo sekitar pukul 09.00 WIB, bersyukur cuaca cerah. “Assalamu'alaikum Merbabu” lirih terucap di bibir saya, hari ini adalah hari yang indah buat saya karena ini hari ulang tahun saya. Hati saya dipenuhi rasa syukur kepada Allah SWT, telah banyak nikmat yang Allah curahkan kepada saya. Sukses merahasiakan ini semua ke teman-teman sependakian, mereka tidak ada yang tahu kalau hari ini saya ulang tahun. Tidak bermaksud untuk tidak membagi kebahagiaan tapi saya ingin melewati hari ini dengan cara yang berbeda. 


Yang menjadi petanda Puncak Kentheng Songo adalah adanya batu cekung yang berisi air, semua orang berfoto di sini untuk mengabadikannya sebagai kenang-kenangan. Kami tidak lama ada di Puncak Kentheng Songo, setelah berfoto dengan 14 orang personil lengkap kami meninggalkan Puncak Kentheng Songo menuju Puncak Trianggulasi. Puncak
Trianggulasi letaknya tidak jauh dari Puncak Kentheng Songo karena kedua puncak ini sejajar. Lima menit berjalan kami sudah sampai di Puncak Trianggulasi puncak tertinggi dengan ketinggian 3142 mdpl, dari sini puncak Gunung Merapi terlihat jelas. Hanya satu jam kami berada di dua puncak ini, kurang lebih pukul 10.00 WIB Bang Ase mengajak kami segera turun.

Ayo turun, jangan lupa sampah-sampahnya dibawa turun,” ajak Bang Ase.


Inilah mendaki gunung, perjalanannya ditempuh dalam waktu berjam-jam dan berkilo-kilo meter tapi menikmati puncak hanya beberapa menit dan jam saja. Pada akhirnya sebuah perjalanan tidak semata-mata dilihat dari hasil atau puncak yang telah kita raih, tapi lebih ke proses yang kita jalani. Setidaknya itulah makna yang bisa saya ambil dari perjalanan panjang ini.

Puncak Kentheng Songo


Peserta dan Guide Wisata Gunung


Empat sekawan


batu Kentheng Songo


- Copyright © Jalan-jalan Asik - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -