Pengikut

Total Pembaca

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

About me

Melancong dari satu kota ke kota lain adalah kesukaanku. Melihat keindahan alam, mendaki gunung, main di pantai dan mengunjungi situs-situs budaya. Semua kisah perjalanan itu, kutulis dan kurangkai dalam blog pribadi.

Semoga isi dari blog ini menginspirasi dan memberikan informasi yang berguna.

Laman

Like us on Facebook

Archive for Desember 2015

Gara-gara kentang Dieng Kualitas Super



"Setiap perjalanan pasti meninggalkan cerita manis untuk dikenang "

Dua kali bertandang ke Dataran Tinggi Dieng Wonosobo Jawa Tengah saya tidak pernah membawa buah tangan berupa kentang , meskipun saya tau kentang asal Dieng ini adalah kualitas super. Alasannya simpel saja karena berat untuk ditenteng dan lagi pula di Jakarta banyak dijual . 

Panen Kentang

Daerah penghasil kentang ini punya pesona wisata yang tak habis untuk dieksplore dalam satu kali kunjungan. Tanggal 28 November 2015 adalah kali ketiga saya berkunjung ke Dieng. Ada spot wisata baru yang menarik perhatian saya dan teman-teman. Seperti biasa kami menghubungi teman kami yang tinggal di Dieng yaitu Mas Sugeng untuk menemani kami mengeksplore spot wisata baru .

Pukul 4.30 bus yang kami naiki tiba di terminal Mendolo Wonosobo , hanya kami berlima penumpang yang turun di terminal. Suasana di terminal masih sepi tapi bus kecil sudah banyak berjejer “Prau..Prau..Sindoro Sumbing,” suara teriakan para kondektur bus. Kenapa nama-nama gunung yang mereka teriakkan, ya karena sebagian besar penumpang yang turun di terminal Mendolo pagi itu adalah para penumpang dengan carrier di punggungnya. Bisa ditebak tujuan mereka adalah mendaki gunung.

Kami berlima melangkah menuju mushola untuk sholat Subuh dan tidak terburu-buru untuk melanjutkan perjalanan menuju Dieng. Soal tiket pulang ini bagian terpenting , sebenarnya di jakarta tiket pulang sudah kami pesan via telepon, tapi lebih aman jika kami membayar setibanya di terminal. Banyak traveler melakukan hal sama dengan kami, bisa jalan-jalan dengan tenang jika tiket sudah ada di tangan. Sambil menunggu PO. Pahala Kencana yang buka pukul delapan kami sarapan di salah satu warung kopi.

Kurang lebih pukul Sepuluh kami tiba di Dieng dan langsung menuju kediaman Mas Sugeng, sebenarnya hanya buat numpang mandi sekaligus repacking dan melengkapi logistik. Waaah panen kentang nich pikir saya ketika masuk rumah dan menemukan kentang-kentang bertebaran dalam rumah Mas Sugeng. Dua orang laki-laki sedang asik memilih kentang berukuran besar dan memasukkannya ke karung. Sebenarnya ini pemandangan yang biasa saya liat ketika ada di Dieng. 

Kentang Dieng
 
Bibit Kentang

Akhirnya kami berenam bisa melakukan perjalanan bersama kembali dengan tim yang sama ketika mendaki gunung Prau tahun 2014 lalu . Kurang lebih pukul dua saya, Dwi, Noer Diyanah, Bang Iwan, Bang Udin dan Mas Sugeng tiba di basecamp pendakian Gunung Pangonan Padang Savana Lembah Semurup. Untuk ngecamp kami dikenakan biaya Rp. 10.000 perorang. Waktu tempuh dari basecamp sampai Padang Savana kurang lebih antara 20 sampai 30 menit. 

Padang Savana Lembah Semurup

Kami sempat kehujanan ketika sampai di Padang Savana dan beruntunglah kami membawa flysheet , hujan reda foto-foto sebentar di Padang Savana dan melanjutakan perjalanan kembali. Di Padang Savana Semurup ini sebenarnya bisa buat kemping karena tempatnya luas, tapi di malam hari tempat ini dingin sekali karena di kelilingi bukit. Lagi pula kalau mau lihat sunset dan sunrise kita tetap harus naik ke puncak.

Kita ngecampnya di puncak itu ya, biar kalau liat sunrise sudah di puncak,” kata mas Sugeng.

Yaa, Gue ngak sanggup,” celetuk Noer Diyanah.

Coba dulu Nchink,” timpal saya. Nchink adalah panggilan akrab buat Noer Diyanah.

Hanya gunung dengan ketinggian kurang lebih 2300 mdpl bahkan bisa dibilang ini bukit, tapi treknya aduhaaai tanjakan terus tanpa bonus. Jalurnya tanah yang gembur nggak kebayangkan kalau diguyur hujan pasti gampang amblas. Beberapa kali kami harus kehujanan di jalan dan lagi-lagi membentangkan flysheet untuk berteduh. 

Pagi yang indah

Sampai di puncakpun kami kehujanan lagi, para lelaki sibuk mendirikan tenda. Di jalan ketika hendak menghampiri mereka pandangan saya tertuju pada kentang yang ada di tanah, ada dua yang satu berukuran besar dan satunya kecil. Saya pungut yang besar sambil teriak “ada kentang bisa dimasak” dan meletakkannya di samping tenda.

Saat pagi kami disibukkan masak buat sarapan dan yang kami masak semuanya serba karbohidrat, tak apalah karna malamnya menu kami ada pecel sayur. Saya kebagian memasak nasi goreng dan Noer Diyanah sibuk menyiapkan menu bihun goreng. Saat mencuci beras tiba-tiba saya teringat pada kentang yang saya pungut di jalan.

Masak Nasi

Kentang mana? ada di samping tenda kemarin, kan bisa di masak,” celetuk saya.

Noer Diyanah bersemangat mengupas dan mengirisnya tipis kemudian digoreng. Pelengkap sarapan pagi kami. Saatnya sarapan dan saat mencoba kentang goreng rasanya benar-benar enak, ini kentang Dieng kualitas super. Karena sudah merasakan enaknya kentang Dieng Noer Diyanah berencana membelinya untuk oleh-oleh. 

Goreng Kentang

Saat kembali ke rumah Mas Sugeng, kentang-kentang yang ada di rumah mulai diangkut ke mobil. Yang tersisa hanya yang kecil-kecil untuk bibit, kami diberi gratis oleh ibunya Mas Sugeng. Dwi, Noer Diyanah dan Bang Udin memilih dan mengambil secukupnya untuk dibawa pulang.

Gaya obrolannya sudah kayak Reporter aja; Ala-ala reportase

Waktunya berpamitan untuk pulang tiba-tiba kentang yang ada di dua keranjang dimasukkan ke kantong plastik dan kami disuruh membawanya. Suasana jadi gaduh semua bilang sudah bawa di dalam tas, semua pada bilang “berat Bu,” Bang Iwan mengalah mengambil satu kantong dan satu kantong lagi menjadi ancaman buat saya yang sama sekali belum mengambil.

Wah saya ngak mau bawanya ini berat banget,” protes saya. Saat saya ingin mengurangi tetap dipaksa untuk membawanya.

Halah ngak berat, kan mobil yang bawanya. Nanti Sugeng yang bawa sampai ke mobil,” seru ibunya Mas Sugeng.

Nantikan kami balik ke mari lagi Bu,” kata Bang Iwan.

Belum tentu pas panen, panennya aja empat bulan sekali,” jawab ibunya Mas Sugeng.

Bang Udin yang tadinya mau pulang dengan melenggang, berharap daypack makin ringan nyatanya makin berat. Gara-gara memungut kentang jadi memanggul kentang, itulah lelucon yang terlempar saat kami berjalan menuju bus.

Saat tiba di terminal Mendolo kentang kami bagi rata sama berat. Kami berpisah di sini, saya dan Dwi naik bus jurusan Kampung Rambutan sedangkan Noer Diyanah, Bang Iwan dan Bang Udin pilih bus jurusan Cengkareng. Di bus kentang kami letakkan di bagasi di atas kepala, bus melaju sesekali oleng ke kiri dan ke kanan mengikuti jalan yang berliku. Ada perasaan kahwatir dengan kentang di atas kepala jadi sesekali saya menoleh ke atas memastikan posisi kentang. Saat asik ngobrol tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh mengenai saya, sontak kaget sambil menoleh ke atas . Saat saya periksa bungkusan kentang saya masih rapih terikat. Tak lama berselang ada yang jatuh lagi mengenai saya.

Wah Dwi ada yang jatuh nih,” kata saya.

Saya cek ternyata kentang-kentang Dwi yang lolos dari plastiknya, mungkin karna packing yang kurang rapih dan kurang kuat mengikatnya atau mungkin dia nggak mau di bawa ke Jakarta.

Lumayan sakit kejatuhan kentang, dan kentangnya tergeletak ada di jalan.

Ambil Mbak,” kata Dwi “itu bisa terpeleset nggak yang lewat,” lanjutnya.

Nggak ah malu, paling juga ketendang,” timpal saya.

Sampai juga Kentang Dieng di rumah. Pagi ini rasanya tangan gagal ingin mengolah kentang untuk sarapan, jadilah saya mengolahnya menjadi kentang tumbuk alias mashed potato. Rasanya belum sempurna tapi bisa untuk sarapan sehat pagi ini.

Mashed Fotato

Tag : ,

- Copyright © Jalan-jalan Asik - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -