- Back to Home »
- Menanti Senja di Pulau Nusakambangan
Posted by : Jalan-jalan Asik
21 Feb 2016
"Jika ingin backpacking ke suatu tempat, siapkan fisik dan mental. Ada banyak kejutan yang kita temui di perjalanan"
Sepotong senja Nusakambangan |
Libur Imlek Februari 2016, Elvy mengajak berkunjung ke Cilacap. Sebenarnya ini rencana dadakan, jadi untuk mendapatkan tiket Kereta Api rasanya mustahil, tak ada pilihan selain naik bis. Kami janjian kumpul di terminal Kampung Rambutan Jumat pukul 9 malam, karena jadwal bis menuju Cilacap dari terminal ini hanya sampai pukul 9 malam .
Pukul 8 malam saya tiba di terminal Kampung Rambutan, sedangkan Elvy masih terjebak macet di jalan Gatot Subroto. Seperti biasanya, jalanan di Jakarta Jumat malam luar biasa macet, apalagi menjelang long weekend. Sampai
juga Elvy di terminal Kampung Rambutan, dari 7 orang yang akan ikut
ke Cilacap ternyata 3 orang batal. Nisa juga sudah
sampai, saya dan Elvy
menghampirinya di luar terminal. Kami bertiga menunggu Andis
yang entah terjebak macet di mana, menjelang pukul 10 akhirnya
Andis datang.
Di dalam terminal, bis jurusan Cilacap sudah berangkat semua, tidak ada yang ngaret
sampai pukul 10 malam. Alternatifnya kami akan naik bis jurusan
Tasikmalaya, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Cilacap. Di
barisan bis yang parkir kami melihat ada bis jurusan
Karangpucung, Andis dan Nisa mengecek peta di
HP . Dilihat dari peta dan jika dibandingkan
dengan Tasikmalaya, posisi Karangpucung lebih dekat dengan Cilacap.
Akhirnya kami memutuskan untuk naik bis jurusan Karangpucung.
Kami masuk bis melalui pintu belakang, Andis meletakkan carriernya dan duduk di bangku paling belakang disusul Nisa, saya dan Elvy.
“Ini smoking area ya?” pertanyaan yang dilontarkan Elvy saat melihat ada penumpang merokok di bangku belakang.
“Oh my God! Andis, ini nggak ada AC nya,” tampak ragu-ragu Elvy melangkahkan kakinya.
“Nggak ada pilihan lain,” kata Andis “Kalian duduk aja di bangku 3 di depan,” lanjutnya.
Pukul 10 pagi kami tiba di terminal
Karangpucung, untuk sampai ke Cilacap kami harus menyambung 2 kali naik micro bus,
dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Sesampainya di Cilacap, ada
Om Ristanto Heru Widodo yang menjemput kami. Setelah
istirahat, mandi dan makan siang di rumah Om Ristanto Heru Widodo,
bergegaslah kami menuju pantai Teluk Penyu.
Mari piknik agar hidup makin seimbang |
Liburan di Cilacap, destinasi yang kami tuju adalah kemping di pulau
Nusakambangan. Ada 6 orang dari komunitas Patrapala (Pertamina Pecinta
Alam) Cilacap termasuk Om Ristanto Heru Widodo, dan 3 orang dari
Basarnas (Badan Search and Rescue Nasional) Cilacap yang akan mengantar dan menemani kami. Cuaca di
pantai Teluk Penyu siang itu tampak cerah, suasananya ramai
oleh
pengunjung.
Kapal kayu berkapasitas 15 orang sudah bersandar di pantai, tapi
kami harus menunggu Mbak Dian dan suaminya yang belum juga datang.
Menjelang pukul 3 sore kami meninggalkan pantai Teluk Penyu. Ombak di
laut tenang, hampir tak ada riak yang akan menggoyangkan
kapal. Semilir hembusan angin laut, menerpa membuat mata ini
semakin mengantuk. 15 menit menyeberangi lautan, akhirnya kaki ini
bisa menyentuh pasir putih pulau Nusakambangan. Komandan Heru, sapaan
hangat dari Patrapala untuk Om Ristanto Heru Widodo menghitung
jumlah peserta. Lengkap 13 orang dan kami berjalan masuk
ke dalam hutan pulau Nusakambangan.
Awalnya saya kira begitu turun dari kapal sudah bisa menemukan area untuk kemping. Ternyata harus trekking ke dalam hutan Nusakambangan. Ini adalah pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di Nusakambangan. Trek yang kami lewati didominasi jalan menanjak, kami sempat istirahat dua kali. Jalanan basah dan becek membuat kami harus berhati-hati melewatinya. Di tengah perjalanan kami menemukan pohon besar yang tumbang. Teman Basarnas bilang jika keluar dari Nusakambangan, pohon ini bisa berharga mahal seperti pohon jati. Namanya pohon Taun, salah satu tanaman khas endemik Nusakambangan.
Awalnya saya kira begitu turun dari kapal sudah bisa menemukan area untuk kemping. Ternyata harus trekking ke dalam hutan Nusakambangan. Ini adalah pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di Nusakambangan. Trek yang kami lewati didominasi jalan menanjak, kami sempat istirahat dua kali. Jalanan basah dan becek membuat kami harus berhati-hati melewatinya. Di tengah perjalanan kami menemukan pohon besar yang tumbang. Teman Basarnas bilang jika keluar dari Nusakambangan, pohon ini bisa berharga mahal seperti pohon jati. Namanya pohon Taun, salah satu tanaman khas endemik Nusakambangan.
Istirahat mumpung dapat signal HP |
Trekking menerobos hutan Nusakambangan |
Pukul 04.30 sore, setelah trekking selama 1.5 jam menerobos hutan rapat, sampailah kami pada area hutan terbuka. Aroma khas laut mulai tercium, pasir putih dan birunya laut terpampang di depan. Di sinilah area kemping kami, pantai Kali Empat Nusakambangan Timur. Matahari masih bersinar di atas garis laut, posisinya tepat di depan kami. Di sini tempat yang tepat untuk menyaksikan sunset.
Tiga tenda sudah kami dirikan, Om Joko merebus air untuk menyeduh teh dan kopi. Meskipun hari masih terang, api unggun telah dinyalakan oleh teman Basarnas. Kami melewati sore dengan bercengkerama, memandang laut lepas dengan ombak bergulung dan pecah ketika menyentuh batu karang. Komandan Heru tak henti-hentinya melempar lelucon, kami terpingkal-pingkal dibuatnya.
Perjalanan jauh membuat Elvy tak mampu menahan kantuk dan letih, ia telah tertidur di atas hammock. "Jauh-jauh dari Jakarta, hanya untuk numpang tidur," Komandan Heru mengomentarinya. Bagi kami, ini tempat yang tepat untuk berlibur dan melepas penat. Pantai yang sepi dan yang terpenting ada sumber air tawar untuk kebutuhan kami.
Matahari perlahan-lahan turun, sayang cahaya emasnya terhalang oleh awan gelap. Semburat kilau emasnya menebar di langit. Kami berlari mendekati garis pantai, duduk menikmati senja, merasakan lembutnya pasir putih, menatap setiap gulungan ombak yang datang silih berganti. Kemudian perlahan-lahan cahaya senja memudar, berganti gelap dan malampun datang. Komandan Heru memanggil kami untuk meninggalkan pantai, karena air laut mulai pasang.
Saat malam tak banyak yang bisa kami lakukan, hanya duduk-duduk sambil bergurau. Kami menikmati bekal untuk makan malam yang telah kami bawa. Sebenarnya jika air laut surut, kami akan diajak mencari kerang di sekitar batu karang, tapi air laut belum juga surut. Badan ini terlalu letih setelah menempuh perjalanan panjang, saya ingin beristirahat di tenda. Tampaknya cuaca malam kurang bersahabat, kilau petir terlihat di langit, angin berhembus kencang dan gerimispun mulai turun. Elvy dan Nisa yang awalnya akan tidur di hammock segera masuk ke tenda. Terpal yang tadinya dijadikan alas duduk, buru-buru dibentangkan dijadikan tenda. Entah pukul berapa hujan mulai berhenti, saya sudah terlelap karena letih.
Cuaca kembali cerah keesokan hari, teman-teman telah disibukkan untuk membersihkan dan merebus hasil perburuan tengah malam. Ada banyak kerang mata kebo, beberapa ikan dan kepiting. Yang lebih ekstrim adalah tupai panggang hasil berburu teman Basarnas. Komandan Heru mengajak kami untuk menyusuri pantai, jauh-jauh dari Jakarta jangan hanya numpang tidur katanya. Selain kami yang datang menikmati liburan, pantai ini juga didatangi oleh warga yang hobi memancing. Setelah sarapan, kami mulai berkemas untuk meninggalkan pantai Kali Empat dan mengakhiri liburan di Nusakambangan.
Semua orang tahu, Nusakambangan adalah sebuah pulau yang dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Permasyarakatan berkeamanan tinggi di Indonesia. Tapi bagian Timur pulau ini terbuka untuk umum, kita bisa menikmati keindahan pantainya.
Santai menanti senja |
Hidden paradise |
Perjalanan jauh membuat Elvy tak mampu menahan kantuk dan letih, ia telah tertidur di atas hammock. "Jauh-jauh dari Jakarta, hanya untuk numpang tidur," Komandan Heru mengomentarinya. Bagi kami, ini tempat yang tepat untuk berlibur dan melepas penat. Pantai yang sepi dan yang terpenting ada sumber air tawar untuk kebutuhan kami.
Matahari perlahan-lahan turun, sayang cahaya emasnya terhalang oleh awan gelap. Semburat kilau emasnya menebar di langit. Kami berlari mendekati garis pantai, duduk menikmati senja, merasakan lembutnya pasir putih, menatap setiap gulungan ombak yang datang silih berganti. Kemudian perlahan-lahan cahaya senja memudar, berganti gelap dan malampun datang. Komandan Heru memanggil kami untuk meninggalkan pantai, karena air laut mulai pasang.
Pantai Kali Empat Nusakambangan |
Menikmati senja |
Saat malam tak banyak yang bisa kami lakukan, hanya duduk-duduk sambil bergurau. Kami menikmati bekal untuk makan malam yang telah kami bawa. Sebenarnya jika air laut surut, kami akan diajak mencari kerang di sekitar batu karang, tapi air laut belum juga surut. Badan ini terlalu letih setelah menempuh perjalanan panjang, saya ingin beristirahat di tenda. Tampaknya cuaca malam kurang bersahabat, kilau petir terlihat di langit, angin berhembus kencang dan gerimispun mulai turun. Elvy dan Nisa yang awalnya akan tidur di hammock segera masuk ke tenda. Terpal yang tadinya dijadikan alas duduk, buru-buru dibentangkan dijadikan tenda. Entah pukul berapa hujan mulai berhenti, saya sudah terlelap karena letih.
Komandan Heru, di manapun dan kapanpun selalu melucu |
Cuaca kembali cerah keesokan hari, teman-teman telah disibukkan untuk membersihkan dan merebus hasil perburuan tengah malam. Ada banyak kerang mata kebo, beberapa ikan dan kepiting. Yang lebih ekstrim adalah tupai panggang hasil berburu teman Basarnas. Komandan Heru mengajak kami untuk menyusuri pantai, jauh-jauh dari Jakarta jangan hanya numpang tidur katanya. Selain kami yang datang menikmati liburan, pantai ini juga didatangi oleh warga yang hobi memancing. Setelah sarapan, kami mulai berkemas untuk meninggalkan pantai Kali Empat dan mengakhiri liburan di Nusakambangan.
Mengolah kerang mata kebo untuk sarapan |
Menikmati setiap gulungan ombak yang datang |
Semua orang tahu, Nusakambangan adalah sebuah pulau yang dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Permasyarakatan berkeamanan tinggi di Indonesia. Tapi bagian Timur pulau ini terbuka untuk umum, kita bisa menikmati keindahan pantainya.
Santai sambil memandang laut lepas |
Ikan Bayam, sayang sudah banyak lalat yang datang. |
wuidihhh mantep neng ulasan perjalananya keep writing n traveling... kerennn :-)
BalasHapusTerima kasih udah mampir
HapusMantap nte Mul,jalan2 terus yah
BalasHapusIya Nte, alhamdulillah selalu ada yang ngajakin jalan.
Hapusmengembara bersamamu indah
BalasHapushahhahha indah pada waktunya
HapusMantaaaappp kakka ga ajak2
BalasHapusDirimu dah ke mana-mana juga.
Hapus